Apa jadinya jika robot berjalan dua kaki bukan lagi sekadar pameran teknologi, melainkan produk pabrikan yang siap dikomersialkan? Itu bukan lagi skenario masa depan, industri robot humanoid di Cina kini memasuki era produksi massal.
Menurut laporan terbaru dari lembaga riset pasar TrendForce, enam dari sebelas produsen robot humanoid di Cina, termasuk Unitree Robotics, AgiBot, Galbot, Engine AI, dan Leju Robotics, menargetkan produksi lebih dari 1.000 unit sepanjang tahun 2025. Langkah ini diperkirakan mendorong nilai total output domestik hingga 4,5 miliar yuan atau sekitar US$616 juta pada akhir tahun ini.
Langkah agresif Cina ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Di sisi lain dunia, Elon Musk tengah mengejar target memproduksi ribuan robot Optimus dari Tesla. Namun, menurut laporan TrendForce yang berbasis di Taipei, banyak komponen inti robot humanoid buatan AS, termasuk milik Tesla masih sangat bergantung pada pemasok dari Cina.
Ketergantungan ini menimbulkan risiko tersendiri, terutama dalam konteks perang dagang dan hambatan tarif ekspor-impor. Dengan demikian, Cina bukan hanya memperkuat posisinya sebagai produsen, tetapi juga sebagai pemain krusial dalam rantai pasok global.

Ledakan Inovasi dan Masuknya Pendatang Baru
Di tengah booming kecerdasan buatan dan upaya Cina untuk mandiri secara teknologi, persaingan di sektor ini semakin intens. Selain pemain lama, sejumlah pendatang baru mulai menapaki industri ini. Beberapa di antaranya adalah mantan karyawan perusahaan teknologi AS seperti Tesla dan OpenAI, yang kini mendirikan startup robotika dengan kantor di Cina.
Meskipun begitu, akselerasi produksi tidak serta-merta menghapus tantangan teknis yang masih menghantui industri. Hal ini terlihat jelas dalam ajang Yizhuang Half-Marathon di Beijing pekan lalu sebuah acara perlombaan lari robot pertama yang diselenggarakan di Cina.
Maraton Robot Ungkap Keterbatasan Teknologi
Dari 20 robot humanoid yang ikut serta dalam lomba sejauh 21,1 km tersebut, hanya enam unit yang berhasil mencapai garis finis. Menurut TrendForce, hasil ini menegaskan bahwa masih ada sejumlah tantangan besar, seperti kemampuan navigasi otomatis, kendali gerak, dan efisiensi energi.
Pemenang lomba, robot Tien Kung Ultra dari Beijing Humanoid Robot Innovation Centre, menyelesaikan lintasan dalam waktu sekitar dua jam 40 menit. Namun, robot tersebut harus menjalani tiga kali pergantian baterai secara manual selama lomba.
“Kalau kapasitas baterai ditambah, bobot robot ikut naik dan itu akan mengganggu cara jalannya,” jelas Tang Jian, Chief Technology Officer dari pusat inovasi tersebut kepada media Yicai.
Menuju Masa Depan yang Lebih Realistis
Produksi massal mungkin menandai babak baru dalam industri robot humanoid, tetapi tantangan di lapangan menunjukkan bahwa teknologi ini masih dalam tahap perkembangan aktif. Dengan kombinasi ambisi, persaingan, dan realitas teknis, transformasi robot humanoid dari prototipe ke produk nyata masih membutuhkan waktu—meskipun jalurnya kini sudah mulai terbuka lebar.