Bagaimana jika kita bisa melihat medan magnet di skala nanometer? Tim fisikawan dari Universitas Cambridge baru saja mewujudkan ide tersebut. Mereka berhasil menciptakan sensor kuantum menggunakan material heksagonal boron nitrida (hBN) yang mampu mendeteksi medan magnet dalam berbagai arah pada suhu ruangan.
Penemuan ini membuka babak baru dalam teknologi sensor kuantum. Dr. Carmem Gilardoni, salah satu penulis utama penelitian ini, menjelaskan, "Sensor kuantum memungkinkan kita mendeteksi variasi nanoskala dari berbagai besaran. Dalam magnetometri, sensor ini bisa memvisualisasikan sifat-sifat seperti aliran arus dan magnetisasi dalam material, yang berujung pada penemuan fisika dan fungsionalitas baru."
Selama ini, magnetometri kuantum nanoskala pada suhu ruang hanya mungkin dilakukan menggunakan pusat kekosongan nitrogen (NV) dalam berlian. Meski efektif, sensor berbasis berlian memiliki keterbatasan. Sensor hBN yang dikembangkan tim Cambridge mengatasi tantangan ini dengan memungkinkan deteksi medan magnet multi-sumbu dengan rentang dinamis yang jauh lebih luas.
Tim peneliti tidak hanya mendemonstrasikan kemampuan sensor, tetapi juga mengungkap alasan fisik di balik kinerjanya. Mereka menemukan bahwa rentang dinamis yang luas dan kemampuan mendeteksi medan magnet vektorial berasal dari simetri rendah cacat hBN dan sifat optik keadaan tereksitasi yang menguntungkan.
hBN adalah material dua dimensi, mirip dengan grafena, yang dapat dieksfoliasi hingga hanya beberapa lapisan atom. Cacat skala atomik dalam kisi hBN menyerap dan memancarkan cahaya tampak dengan cara yang sensitif terhadap kondisi magnetik lokal, menjadikannya kandidat ideal untuk aplikasi penginderaan kuantum.

Dalam studi ini, tim menyelidiki respons fluoresensi cacat hBN terhadap variasi medan magnet, menggunakan teknik yang dikenal sebagai resonansi magnetik yang terdeteksi secara optik (ODMR). Dengan melacak respons spin dan menganalisis dinamika emisi foton, tim dapat mengungkap laju optik yang mendasari sistem dan hubungannya dengan simetri cacat, serta bagaimana kombinasi ini menghasilkan sensor medan magnet yang kuat dan serbaguna.
Dr. Simone Eizagirre Barker, penulis utama bersama penelitian ini, menambahkan, "ODMR bukanlah teknik baru, tetapi yang kami tunjukkan adalah probe yang dibangun menggunakan platform hBN akan memungkinkan teknik ini diterapkan dalam berbagai situasi baru. Ini menarik karena membuka pintu untuk pencitraan fenomena magnetik dan nanomaterial dengan cara yang belum pernah kita lakukan sebelumnya."
Prof. Hannah Stern, yang memimpin penelitian bersama Prof. Mete Atatüre di Laboratorium Cavendish, menekankan potensi sensor ini. "Sensor ini bisa membuka pintu untuk mempelajari fenomena magnetik dalam sistem material baru, atau dengan resolusi spasial yang lebih tinggi dari yang pernah dilakukan sebelumnya," ujarnya. "Sifat 2D dari material inang juga membuka kemungkinan menarik baru untuk menggunakan sensor ini. Misalnya, resolusi spasial untuk teknik ini ditentukan oleh jarak antara sampel dan sensor. Dengan material setebal atom, kita berpotensi merealisasikan pemetaan spasial medan magnet skala atomik."
Penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, menandai langkah penting menuju teknologi kuantum yang lebih praktis dan fleksibel. Dengan kemampuan mendeteksi medan magnet pada skala nanometer dalam berbagai arah, sensor berbasis hBN ini menjanjikan aplikasi baru yang menarik dalam pencitraan kuantum dan penelitian material lanjutan.