Generasi Z menjadi fokus utama industri pemasaran global. Tidak hanya mewakili konsumen masa depan, banyak dari mereka telah menjadi pengambil keputusan pembelian saat ini.
Data PBB menunjukkan Gen Z mencakup sekitar sepertiga populasi dunia. Di Amerika Serikat, rata-rata pendapatan rumah tangga Gen Z usia 25 tahun lebih dari 50 persen lebih tinggi dibandingkan generasi baby boomer pada usia yang sama.
Koneksi Sosial Berubah Lewat Konten
Sebagai generasi yang tumbuh bersama media sosial, Gen Z menjadikan konten sebagai alat komunikasi utama dengan teman dan keluarga. Video dan meme tidak sekadar hiburan, tetapi bentuk perhatian personal.

Sebanyak 67 persen responden mengaku pernah membagikan video dari Instagram atau Facebook kepada orang terdekat. Ini menunjukkan konten digital menjadi penghubung emosional antarpengguna Gen Z.
Gen Z juga memiliki cara unik dalam menggunakan berbagai platform. Mereka bisa menjalani percakapan berbeda dengan orang yang sama di tiga aplikasi sekaligus.
Untuk menjangkau audiens ini, merek perlu mengembangkan pendekatan lintas format dan platform. Data dari CreativeX dan Kantar menunjukkan iklan Meta dengan elemen manusia atau kontak mata 81 persen lebih efektif berdasarkan model ROI LIFT.
Penggunaan berbagai penempatan iklan, termasuk kombinasi Instagram dan Facebook, terbukti menambah jangkauan Gen Z di seluruh pasar yang diteliti. Analisis dari Nielsen juga mencatat optimalisasi penempatan mampu meningkatkan efektivitas rata-rata hingga 20 persen.
Budaya Digital yang Dikurasi Secara Pribadi
Preferensi konten Gen Z tidak lagi ditentukan tren arus utama, melainkan minat personal. Mereka secara aktif memilih konten relevan di feed dan membentuk pengalaman digital yang lebih bermakna.
Sebanyak 63 persen Gen Z aktif mengkurasi feed Instagram dan/atau Facebook agar kontennya sesuai minat. Mereka juga terbiasa menonton video pendek sebagai sarana eksplorasi cepat, baik untuk hiburan maupun mencari informasi.
Sebanyak 81 persen pengguna Instagram mengatakan mereka menggunakan platform tersebut untuk pengembangan diri, termasuk mempelajari keterampilan baru dan topik finansial.
Konten dari kreator niche menjadi favorit. Meskipun tidak selalu diikuti, konten mereka tetap dikonsumsi karena dianggap relevan. Sebanyak 71 persen Gen Z terbuka terhadap konten dari kreator yang belum mereka ikuti.
Bagi merek, hal ini menuntut keragaman konten dalam format, pesan, dan tampilan visual. Kolaborasi dengan kreator spesialis menjadi kunci, karena 94 persen Gen Z menyukai kreator dengan keterampilan teknis tinggi.
Perdagangan Terintegrasi dalam Aktivitas Digital
Gen Z menemukan merek dan produk secara organik selama berselancar di media sosial. Video pendek dan rekomendasi berbasis AI menjadi bagian dari pengalaman berbelanja yang menyenangkan.
Sebanyak 78 persen Gen Z menyatakan kemungkinan menemukan produk baru paling tinggi melalui video. Penemuan terjadi di luar aktivitas belanja aktif, membuat batas antara minat dan aksi pembelian menjadi kabur.
Respons cepat menjadi prioritas. Sekitar 6 dari 10 Gen Z mengkhawatirkan lambatnya tanggapan dari bisnis. Sebanyak 71 persen menyatakan tidak keberatan menerima respons dari asisten AI, selama resolusinya cepat.
Frekuensi eksposur iklan pun penting. Sebanyak 67 persen menyatakan ingin tahu lebih banyak atau tertarik membeli setelah beberapa kali melihat produk yang sama. Rekomendasi Nielsen menunjukkan frekuensi mingguan optimal berada di kisaran 1–1,5 kali.

Untuk mengakomodasi ekspektasi ini, penggunaan asisten AI dan sistem pelacakan seperti Meta Conversion API direkomendasikan agar komunikasi iklan lebih tepat sasaran.