Sebuah tim peneliti dari Amerika Serikat telah mengembangkan framework berbasis kecerdasan buatan (AI) yang berpotensi mempercepat pengembangan baterai generasi baru. Inovasi ini mampu mengidentifikasi molekul dengan sifat elektrolit ideal untuk baterai masa depan.
Metode baru ini dikembangkan oleh Dr. Ritesh Kumar, seorang peneliti postdoctoral di Amanchukwu Lab, Pritzker School of Molecular Engineering, University of Chicago (UChicago PME). Bersama timnya, Kumar menciptakan sistem yang mengevaluasi dan meranking kandidat elektrolit baterai menggunakan metrik bernama 'eScore'.
Dengan memanfaatkan AI dan machine learning, sistem ini menilai molekul elektrolit berdasarkan tiga kriteria performa utama: konduktivitas ionik, stabilitas oksidatif, dan efisiensi Coulombic. Ketiga properti ini seringkali sulit dioptimalkan secara bersamaan dalam pengembangan baterai konvensional.
Untuk membangun dataset pelatihan, para peneliti secara manual mengumpulkan data dari lebih dari 250 studi ilmiah yang mencakup lebih dari 50 tahun penelitian baterai lithium-ion. Banyak informasi relevan hanya tersedia dalam bentuk gambar, baik grafik maupun tabel yang tertanam dalam gambar jurnal, sehingga memerlukan input manual.
Setelah dilatih, sistem AI dapat memberi skor pada molekul kandidat berdasarkan prediksi performanya, termasuk beberapa yang belum pernah ditemui sebelumnya. Dalam satu kasus, model ini berhasil mengidentifikasi molekul yang setara dengan elektrolit baterai komersial terbaik yang ada saat ini.
Tim peneliti menekankan bahwa pendekatan inovatif ini menggeser metode trial-and-error tradisional yang sering digunakan dalam penelitian baterai. Mereka menjelaskan bahwa mengeksplorasi setiap kombinasi elektrolit yang mungkin melalui pengujian laboratorium saja hampir mustahil dilakukan, mengingat jumlah molekul kandidat potensial diperkirakan mencapai 10⁶⁰.

Dr. Amanchukwu, pemimpin tim peneliti, mengibaratkan penggunaan AI dalam penelitian ini seperti mendengarkan musik online. Layaknya algoritma rekomendasi musik, AI belajar pola untuk memprediksi molekul yang paling menjanjikan. Langkah selanjutnya adalah mengembangkan AI yang tidak hanya memilih "lagu", tetapi juga menciptakan "playlist", sehingga membuka jalan untuk desain molekul yang sepenuhnya baru.
Meskipun ukuran dataset cukup besar, para peneliti menekankan bahwa melatih model hanyalah awal dari proses. AI dievaluasi pada molekul yang belum pernah dilihat sebelumnya untuk menguji potensi sebenarnya. Hasilnya, AI berkinerja baik pada senyawa yang secara kimia mirip dengan senyawa yang sudah dikenal, namun masih kesulitan dengan senyawa yang asing.
Terobosan ini membuka peluang baru dalam pengembangan baterai EV generasi mendatang. Dengan kemampuan AI untuk memprediksi dan mengevaluasi kandidat elektrolit secara efisien, para peneliti optimis dapat menghadirkan baterai dengan jangkauan dan masa pakai yang lebih panjang dalam waktu yang lebih singkat.