
- 2 bulan lalu
Temukan informasi tentang langkah Meta mengintegrasikan AI lebih dalam ke dalam ekosistem mereka dan implikasinya bagi masa depan periklanan.

AI agents berkembang cepat, tetapi satu masalah klasik masih membayangi: mereka sering kehilangan fokus dan gagal mempertahankan konteks percakapan, bahkan dalam sesi yang tidak terlalu panjang. Bagi banyak pengembang, ini menjadi bottleneck besar ketika membangun agent yang bisa bekerja secara mandiri.
Anthropic, perusahaan di balik Claude AI, memperkenalkan pendekatan baru yang disebut context engineering. Konsep ini mulai dianggap sebagai pilar penting dalam merancang agent AI generasi berikutnya—lebih stabil, lebih efisien, dan lebih mampu mengeksekusi tugas kompleks.
Pendekatan ini menggeser perhatian dari sekadar menulis instruksi (prompt engineering) menuju kurasi informasi yang masuk ke model. Dalam skala besar, cara kita mengelola konteks menentukan seberapa andal AI mampu mengambil keputusan.
Context engineering adalah proses mendesain, memilih, merapikan, dan merangkum informasi yang masuk ke model, agar AI mampu:
Praktik ini mencakup tiga komponen utama: system prompt yang terstruktur, desain tools yang efisien, dan contoh (few-shot) yang tepat.
Prompt engineering berfokus pada cara menulis instruksi, batasan perilaku, dan gaya respons model. Akan tetapi, AI modern bekerja dari sebuah landscape informasi yang lebih luas — termasuk riwayat percakapan, data eksternal, tools, dan hasil eksekusi sebelumnya. Kualitas konteks inilah yang akhirnya menentukan kualitas reasoning model.
Anthropic menyebut fenomena penurunan akurasi pemahaman ketika konteks menjadi terlalu panjang sebagai context rot. Penyebab utamanya:
Akibatnya, semakin banyak informasi dimasukkan ke dalam context window, semakin besar risiko model kehilangan relevansi atau memberi respons yang tidak konsisten.
System prompt harus menjadi fondasi perilaku agent: ringkas, jelas, dan cukup fleksibel agar model tetap adaptif. Struktur yang baik (mis. section, tag, atau header) membantu model memahami batas dan tujuan dengan lebih akurat.
Tools adalah kemampuan agent. Prinsip desain tools yang baik:
Memberi contoh-contoh kurasi yang mewakili pola perilaku sering lebih efektif daripada instruksi panjang. Contoh merupakan sinyal praktis yang membantu model meniru perilaku yang diharapkan.
Daripada memuat semua data relevan di awal (pre-retrieval), pendekatan just-in-time retrieval menyimpan pointer ringan—seperti path file, query tersimpan, atau link—dan hanya mengambil data saat dibutuhkan. Pendekatan ini menjaga context window tetap kecil dan membuat agent lebih fokus.
Contoh implementasi: Claude Code tidak memuat keseluruhan file; agent mengeksekusi query atau perintah untuk mengambil bagian spesifik saat runtime, lalu memproses hasilnya.
Tugas yang melebihi kapasitas konteks membutuhkan teknik khusus. Tiga strategi utama yang efektif:
Context engineering membawa konsekuensi nyata:
Standarisasi seperti Model Context Protocol (MCP) mulai muncul untuk memudahkan interoperabilitas tools dan praktik context management.
Context engineering adalah evolusi penting setelah prompt engineering. Dengan fokus pada kurasi informasi yang masuk ke model, developer bisa membangun agent yang tidak hanya pintar, tapi juga andal, konsisten, dan mampu menangani proyek kompleks secara end-to-end. Bagi perusahaan yang serius membangun produk berbasis agent—dari automation hingga coding copilots—pemahaman context engineering akan menjadi keunggulan kompetitif.