- 8.8/10 (12 Reviews)

- sebulan lalu
OpenAI mengumumkan kemitraan dengan Broadcom untuk mengembangkan chip AI khusus yang melengkapi chip NVIDIA dan AMD. Simak detailnya.

Selama puluhan tahun, kekuasaan Saudi Arabia mengalir melalui pipa-pipa minyak yang menopang mesin industri dunia. Namun dominasi itu perlahan meredup. Kerajaan kini menyadari bahwa masa depan tidak lagi digerakkan oleh minyak, melainkan oleh kecerdasan, kecerdasan buatan.
Di balik gurun yang membara, berlangsung transformasi besar yang kerap menuai keraguan sekaligus kekaguman. Putra Mahkota Mohammed bin Salman berambisi mengalihkan kekayaan minyak Saudi menjadi kekuatan teknologi global. Kerajaan mempertaruhkan miliaran dolar bahwa ekspor strategis berikutnya bukan bahan bakar fosil, tetapi daya komputasi.
Pertanyaan besarnya: bisakah negara yang dibangun dari minyak menjelma menjadi raksasa algoritma? Dan apakah kekayaan triliunan dolar cukup membeli dominasi teknologi?
Saudi Arabia tengah membangun infrastruktur data raksasa yang dirancang untuk mempercepat revolusi AI lintas kawasan. Di dekat Laut Merah, pusat data senilai US$5 miliar telah beroperasi, menyediakan kapasitas komputasi bagi developer hingga peneliti dari Eropa. Di wilayah lain, kompleks data bernilai miliaran dolar juga disiapkan untuk melayani Asia dan Afrika.
Sentralisasi program ini dijalankan Humane, perusahaan yang didukung sepenuhnya oleh negara dan dibentuk untuk memimpin agenda AI nasional. Dengan dukungan dana kekayaan kedaulatan senilai triliunan dolar, Humane menargetkan posisi ambisius: menjadikan Saudi Arabia kekuatan AI terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China.
Tekad itu bukan sekadar retorika. Humane telah menjalin kemitraan dengan sejumlah perusahaan teknologi terbesar: Nvidia, AMD, Amazon Web Services, Qualcomm, Cisco, hingga Blackstone. Kerajaan bahkan menjajaki kesepakatan penyediaan daya komputasi untuk xAI milik Elon Musk.
Target jangka panjangnya adalah membangun kapasitas komputasi sebesar 6 gigawatt pada 2034, setara dengan gelombang minyak baru, hanya dalam bentuk digital. Semua inisiatif ini berakar pada proyek futuristik paling ambisius Saudi: NEOM.
NEOM adalah megaproyek senilai US$500 miliar yang membentang 170 kilometer di gurun, mencakup kota reflektif “The Line” dan kawasan industri Oxagon yang digadang sebagai kompleks industri terapung terbesar di dunia.
Di kawasan ini, Data Vault—perusahaan Saudi lainnya—akan menginvestasikan US$5 miliar untuk membangun pusat data AI berkelanjutan yang ditenagai energi bersih. Meski beberapa bagian NEOM mengalami penyesuaian skala, proyek ini tetap mencerminkan perpaduan antara visi futuristik dan strategi nasional: kota yang dijalankan oleh AI.
Humane juga mulai memperkenalkan inovasi internal, termasuk Humane One, sistem operasi berbasis AI yang menggantikan antarmuka klik dengan percakapan. Di kantor mereka, algoritma telah mengelola HR, keuangan, hingga logistik—menyisakan satu orang saja di bagian penggajian.
Ini bukan modernisasi biasa, melainkan rekonstruksi menyeluruh.
Di balik deretan megaproyek ini, Saudi memiliki rencana induk: strategi nasional data dan kecerdasan buatan. Tujuannya sederhana namun luas—mengintegrasikan AI ke seluruh sektor: pendidikan, kesehatan, logistik, energi, hingga pemerintahan.
Nilai pasar AI Saudi mencapai US$6,76 miliar pada 2024 dan diperkirakan tumbuh 43,1% per tahun hingga 2030. Pada 2030, kontribusi AI diproyeksikan mencapai miliaran dolar bagi PDB nasional.
Kerajaan juga menjadi tuan rumah ajang global seperti Future Investment Initiative, yang kerap disebut “Davos di Gurun”. Eksekutif dari OpenAI, Google, Intel, dan Oracle hadir untuk menjajaki peluang.
Dengan listrik murah, regulasi cepat, dan kapasitas finansial besar, Saudi menawarkan kombinasi yang sulit ditolak. Dalam era di mana biaya komputasi terus melonjak, kerajaan menjadi magnet bagi inovasi AI.
Ambisi ini memicu kompetisi baru di wilayah Teluk. UAE melalui G42 dan proyek Stargate bekerja sama dengan OpenAI dan Oracle dalam investasi senilai US$500 miliar. Kawasan yang dulu disatukan oleh minyak kini bersaing dalam perlombaan senjata kecerdasan buatan.
Namun ada satu hambatan besar: akses terhadap chip AI.
Chip AI berkualitas tinggi, terutama buatan Amerika Serikat, menjadi komponen paling krusial sekaligus paling langka. AS memberlakukan kontrol ekspor ketat terhadap teknologi Nvidia generasi terbaru. Saudi harus menjaga keseimbangan diplomatik antara kepentingan AS dan hubungan dengan China yang membantu modernisasi jaringan telekomunikasinya.
Tanpa pasokan chip yang stabil, ambisi AI bisa terhambat. Tetapi jika rantai pasokan ini terjamin, peta kekuatan global dapat berubah.
Di Asia, India bangkit sebagai pesaing berbeda. Jika Saudi fokus membangun hardware AI, India fokus membangun kecerdasannya. Melalui program India AI, pemerintah menginvestasikan US$1,25 miliar untuk infrastruktur komputasi nasional dan platform data publik.
Pasar AI India diperkirakan mencapai US$17 miliar pada 2027. Negara ini membangun laboratorium data di luar kota-kota besar, mendanai startup deep tech, dan menciptakan model AI lokal dalam berbagai bahasa. Dua kekuatan ini—Saudi sebagai pusat komputasi dan India sebagai pusat pemodelan—dapat membentuk poros digital baru Asia.
Jika dunia dahulu berputar di atas barel minyak, masa depan akan berjalan di atas bandwidth digital. Saudi menilai kerajaan berikutnya tidak terletak di bawah tanah, tetapi di awan digital.
Transformasi dari oil fields ke data fields telah dimulai. Tantangannya: apakah kekayaan bisa diubah menjadi kebijaksanaan? Dan apakah negara berbasis energi mampu menjadi mesin utama dunia digital?
Diversifikasi ekonomi Saudi berbasis AI membawa sejumlah implikasi global:
• Relokasi pusat komputasi dunia ke Timur Tengah• Efisiensi biaya pembangunan AI berkat energi murah• Transfer teknologi dari raksasa teknologi dunia• Pergeseran keseimbangan geopolitik dari Barat ke Timur Tengah
Saudi menghadapi tantangan besar, mulai dari ketergantungan pada chip AS, kebutuhan talenta tingkat tinggi, hingga persaingan dengan UAE. Namun peluangnya juga signifikan: posisi geografis strategis, ketersediaan modal besar, komitmen politik kuat, dan pembangunan infrastruktur masif.
Perjalanan Saudi dari minyak menuju AI bukan sekadar perubahan ekonomi, melainkan perubahan paradigma. Dengan investasi besar, kemitraan global, dan visi jangka panjang, kerajaan berupaya menunjukkan bahwa transformasi radikal tetap mungkin diwujudkan.
Cerita keberhasilan ini belum selesai. Nasibnya akan ditentukan oleh dinamika geopolitik, teknologi, dan kompetisi regional. Tetapi satu hal jelas: era baru telah tiba, dan kebangkitan AI dari gurun ini berpotensi mengubah struktur kekuatan ekonomi dunia.